BERMUKA DUA


Matius 6:24 - Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."

Saudara mungkin pernah dengar tentang istilah anak muda tentang "bermuka dua", istilah ini sering terdengar ketika cewek, maupun cowoknya berlaku tidak setia atau nikung dari belakang.

Yang tadi ia berjanji setia sampai mati tetapi ternyata itu hanyalah puisi cinta yang sedap dan indah didengar namun tidak berdampak apa-apa, sehingga tidak heran kerap kali kalimat ini terlontar. Umumnya ketika seorang disakiti maka dengan nada marah pasti akan berkata "Dasar cowok/cewek munafik bermuka dua" sekalipun semua orang tidak seperti ini.

Ini juga sering terjadi dalam sebuah persahabatan, misalnya ada dua orang teman yang bersahabat sejak lama, mungkin saja satunya menganggap bahwa dia adalah sahabat terbaik dan bisa diandalkan akan tetapi sahabatnya yang satu ini didepan lain tapi dibelakang lain, orang seperti inilah yang disebut bermuka dua. 

Aristoteles mentakan bahwa "Ketika engkau kaya, sukses dan berhasil maka teman-temanmu akan mengetahui siapa kamu sebenarnya, akan tetapi ketika engkau jatuh miskin dan sakit maka engkau akan mengetahui teman seperti apa yang kamu miliki/punyai" Maksudnya adalah begitu pentingnya kesetiaan itu namun kadang-kadang seorang teman yang dianggap baikpun bisa jadi bermuka dua dan munafik dibelakang kita. 

Selain itu mungkin cocok juga kalimat ini kalau dikatakan kepada orang yang sudah percaya dan menerima Yesus tapi masih saja menoleh kebelakang kepada dunia, baik itu hartanya maupun seperti kenikmatan dunia lainnya. Salah satu contoh dalam Alkitab adalah sitri Lot dalam Kejadian 19:26 - Tetapi isteri Lot, yang berjalan mengikutnya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam. 

Kalau ditanyakan kepada orang Kristen, Siapakah tuan dalam hidup Anda? Mamon atau Tuhan? Orang Kristen pasti menjawab, Tuhan! Namun seberapa banyak orang Kristen yang menyadari bahwa perilaku hidup mereka menunjukkan kenyataan yang sebaliknya? Persoalan kita adalah, walau kita menyadari diri milik Tuhan dan hidup kita akan berujung kekekalan di surga, kita masih hidup di dunia ini dan dunia ini menawarkan godaan yang sulit dihindari, yaitu hidup menurut ukuran dunia. 

Kekayaan menjadi tolok ukur kesuksesan. Kita mudah sekali terjerumus dalam mengumpulkan harta di dunia, dan melupakan panggilan surgawi, yaitu menabung harta rohani di surga.  Kalau kita amati Tuhan mengajarkan beberapa hal di dalam perikop ini: 

Pertama, harta di dunia ini bersifat sementara (ayat 19). Bukan tidak boleh mencari harta karena kita memang butuh harta untuk hidup di dunia ini, tetapi jangan jadikan harta segala-galanya. Jangan sampai kita tidak punya waktu untuk Tuhan, untuk mengumpulkan harta surgawi. 

Kedua, Yesus mengingatkan bahwa tawaran dunia untuk memprioritaskan pencarian harta bisa membutakan mata rohani kita dari melihat kebutuhan utama (ayat 22-23). Segala-galanya diukur dari harta. Waktu untuk keluarga digantikan dengan kemewahan. 

Bahkan waktu untuk Tuhan digantikan dengan memberi persembahan. Harta menjadi semacam suap untuk menggantikan tanggung jawab yang utama. Celakanya lagi, mata hati tambah buta sehingga menghalalkan cara demi mendapatkan harta.

Ketiga, Yesus mengingatkan kita, kalau harta sudah menjadi tuan yang memperbudak kita, yang menyingkirkan Tuhan dari takhta hati kita (kita sudah bermuka dua) maka kita harus kembali setia menyembah Allah dan jangan terjebak menuruti mamon (ayat 24). 

Ibarat naik perahu, naikilah perahu yang baik dan jangan perahu bocor. Sebab perahu bocor pasti akan tenggelam. Demikian juga dengan hidup. Gantungkan hidup kita pada nilai yang bersifat kekal dan jangan pada yang fana. Kalau menggantungkan hidup pada hal yang bersifat sementara, maka semuanya akan berakhir. 

Sebaliknya, jika kita menggantungkan hidup pada yang bernilai kekal, maka kita akan mendapatkan hidup abadi. Seorang murid Yesus berkata: "Guru, lihatlah betapa kukuhnya batu-batu dan megahnya gedung-gedung itu". Kemegahan dunia sering kali membuat kita gagal untuk fokus mengejar kehidupan kekal. 

Kerap kali kita mencurahkan seluruh pikiran, waktu, dan tenaga hanya mengejar kenikmatan dunia. Namun Yesus menyadarkan para murid agar hati mereka jangan terikat pada hal-hal duniawi yang fana. Yesus mengatakan bahwa semuanya akan diruntuhkan. Tidak ada yang kekal di dunia ini. Semuanya akan berakhir saat datangnya langit dan bumi yang baru (Yes 65:17; 2Ptr 3:13; Why 21:1). 

Ada yang mengatakan bahwa semewah apa pun mobil dimiliki, pada akhirnya mobil jenazah yang akan mengantar akhir hidup kita di dunia. Semewah apa pun rumah yang kita nikmati, pada akhirnya peti mati adalah tempat terakhir untuk tubuh kita beristirahat selamanya.

Ungkapan ini mengajak kita untuk tidak mengejar kefanaan dunia, melainkan mengejar nilai kekekalan. Harta tak perlu menjadi tujuan dalam hidup, melainkan sarana untuk berbuat sesuatu yang memiliki nilai abadi di mata Allah. Janganlah kita terlena oleh kekayaan. Peganglah sabda Allah sekuat mungkin karena firman-Nya dapat meluputkan jiwa kita dari maut dan penghakiman Allah saat Yesus datang kembali.

Mari kita evaluasi ulang hidup dan pandangan kita terhadap harta. Jangan sampai kita mengisi hidup ini dengan hal yang sia-sia, sehingga kehilangan damai, relasi yang baik, dan akhirnya menyesal berkepanjangan. Jika saat ini kita bermuka dua dengan Allah, kita bermuka dua dengan jemaat, kita bermuka dua dengan sesama kita mari kita balik dan bertobat sebelum waktunya sebelum kita didapati dan diadili-Nya pada saat nanti. 

Manusia bisa tertipu dengan hal-hal yang manis didepan tetapi dibelakang lain (munafik) akan tetapi Allah tidak bisa ditipu, Ia mahakusa, Ia menetahui semua kebusukan dan kebejadatan kita, namun jangan berkecil hati, Ia menyediakan pengampunan sejati bagi kita yang sungguh-sungguh datang kepada-Nya.

 Soli Deo Gloria

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama