ALKITAB VS SAINS



CATATAN: Tulisan ini saya reupload dari sebuah pertanyaan dari salah satu group facebook yang (saya tidak perlu sebutkan) saya merasa bahwa ini merupakan hal penting sehingga saya menuliskannya lagi disini dengan sedikit revisi agar memberikan manfaat bagi banyak orang.

PERTANYAAN: Dibawah ini adalah Kutipan dari Tulisannya Ustad Subandi T. Sukoco yang dimuat di wallnya, sejauh yang saya tangkap adalah beliau sebenarnya mengkritisi bahwa sebenarnya kitab suci Agama Kristen itu, tidak empiris, karena tidak bisa dibuktikan secara Sains, karena gagal dibuktikan secara Sains, maka kita suci Kristen tidak pantas disebut kitab suci. Bagaimana tanggapan bapak?

PERNYATAAN USTAD SUBANDI T. SUKOCO:
(KITAB SUCI VS  SAINS - THEOLOGIS VS EMPIRIS.
Yang dikatakan KITAB SUCI itu presfectif-nya THEOLOGIS karena bersumber dari ucapan TUHAN sedangkan SAINS itu presfectif-nya EMPIRIS karena bersumber dari pengalaman MANUSIA. Namun demikian bahwa tidak jarang kita temukan juga  dalam KITAB SUCI yang THEOLOGIS itu ada pesan-pesan SAINS yang EMPIRIS. Kalau sudah demikian tentunya KITAB SUCI itu boleh diuji dengan SAINS.
Masalahnya adalah: Ketika KITAB SUCI itu GAGAL setelah diuji secara SAINS apakah masih bisa di sebut sebagai KITAB SUCI? Kemudian perhatikanlah nukilan ayat berikut ini:

Kejadian 3:14
Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ULAR itu:Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan DEBU TANAH LAH AKAN KAU MAKAN seumur hidupmu.

Siapakah dari kalian PEMBACA semua yang bisa menemukan EMPIRIS adakah ULAR doyan MEMAKAN DEBU TANAH?
Bila itu KITAB SUCI memang BENAR SUCI maka setiap pernyata'an nya akan selaras dengan SAINS sehingga menjadi EMPIRIS yang tidak terbantah-kan.

JAWABAN: Makan debu tanah. Tetapi kenyataannya ular tidak makan debu. Bagaimana penyelesaiannya?
Jawab: Makan debu tanah bisa diartikan secara:

1. Hurufiah.
a. Karena menjalar dengan perut, maka pasti ada debu yang masuk ke mulutnya.
b. Ini berlaku untuk ular itu saja, bukan untuk ular lain.
2. Kiasan.
Artinya: ular direndahkan (bdk. Mikha 7:17; Yes 49:23; Maz 72:9).
Mikha 7:17 - “Biarlah mereka menjilat debu seperti ular, seperti binatang menjalar di bumi; biarlah mereka keluar dengan gemetar dari kubunya, dan datang kepada TUHAN, Allah kami, dengan gentar, dengan takut kepadaMu!”.

Yes 49:23 - “Maka raja-raja akan menjadi pengasuhmu dan permaisuri-permaisuri mereka menjadi inangmu. Mereka akan sujud kepadamu dengan mukanya sampai ke tanah dan akan menjilat debu kakimu. Maka engkau akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, dan bahwa orang-orang yang menanti-nantikan Aku tidak akan mendapat malu.’”.
Maz 72:9 - “Kiranya penghuni padang belantara berlutut di depannya, dan musuh-musuhnya menjilat debu;”.

Adalah salah untuk mengatakan bahwa Alkitab harus sesuai dengan science! Alkitab bukan kitab ilmu pengetahuan. Dan tidak ditulis berdasarkan ilmu pengetahuan, tetapi seringkali berdasarkan 'kelihatannya' oleh manusia, atau berdasarkan pengertian org jaman itu. 

Saya beri contoh di bawah ini.
Hari keempat (Kej 1:14-19).
a) Tuhan menciptakan matahari, bulan dan bintang-bintang.
b) Kej 1:16 menyebutkan ‘matahari dan bulan’ sebagai benda penerang yang besar.

Ada 2 hal yang perlu dipertanyakan di sini:
1.Bukankah bulan itu bukan benda penerang? Bulan adalah benda gelap yang hanya memantulkan sinar matahari!
2.Bukankah bintang-bintang jauh lebih besar dari matahari dan bulan?

Jadi Alkitab bukanlah buku ilmu pengetahuan. Alkitab sering menulis dari sudut pandang manusia. Dari sudut pandang manusia bulan itu bersinar / memberi terang, dan matahari dan bulan kelihatan lebih besar dari bintang-bintang. Jadi lalu ditulis demikian. Seandainya Musa menuliskan berdasarkan fakta / pengetahuan modern, maka Kej 1:16 kira-kira akan berbunyi sebagai berikut: “Maka Allah menjadikan 2 benda yang kecil, yang satu adalah benda terang untuk menguasai siang dan yang lain adalah benda gelap yang memantulkan sinar untuk menguasai malam. Dan Allah juga menjadikan banyak bintang yang jauh lebih besar dari kedua benda tadi”.
Coba pikirkan: mungkinkah orang-orang jaman dahulu bisa mengerti ayat ini? Apakah mereka tidak menjadi bingung semua dan menganggap Kitab Suci sebagai suatu omong kosong yang bertentangan dengan fakta? Karena itulah Musa tidak menuliskan menurut fakta / pengetahuan modern, tetapi menurut kelihatannya. Dan lagi-lagi ini tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Kitab Suci salah atau bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

Hal yang sama terjadi pada penulisan Maz 19:6-7 dan Yos 10:12-13 (cerita tentang Yosua yang menghentikan matahari), yang selah-olah mengajarkan bahwa matahari mengelilingi bumi. Ini juga ditulis bukan berdasarkan fakta / ilmu pengetahuan modern, tetapi dari sudut pandang manusia, dan karena itu kita tidak boleh menyimpulkan bahwa Alkitab mengajarkan bahwa matahari mengelilingi bumi.

William G. T. Shedd: “The inspired writers were permitted to employ the astronomy and physics of the people and age to which they themselves belonged, because the true astronomy and physics would have been unintelligible. If the account of the miracle of Joshua had been related in the terms of the Copernican astronomy; if Joshua had said, ‘Earth stand thou still,’ instead of, ‘Sun stand thou still’; it could not have been understood” ( = Penulis-penulis yang diilhami diijinkan untuk menggunakan ilmu perbintangan dan fisika dari orang dan jaman mereka sendiri, karena ilmu perbintangan dan fisika yang benar tidak akan dimengerti pada saat itu. Jika cerita tentang mujijat Yosua diceritakan dengan istilah-istilah dari ilmu perbintangan Copernicus; jika Yosua berkata: ‘Bumi berhentilah engkau’, dan bukannya ‘Matahari berhentilah engkau’; itu tidak bisa dimengerti pada saat itu) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.

William G. T. Shedd lalu menambahkan: “The modern astronomer himself describes the sun as rising and setting” ( = ahli ilmu perbin-tangan modern sendiri menggambarkan matahari sebagai terbit dan terbenam) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.
William G. T. Shedd menambahkan lagi: “The purpose of the scriptures, says Baronius, is ‘to teach man how to go to heaven, and not how the heavens go.’” ( = Tujuan dari Kitab Suci, kata Baronius, ada-lah ‘untuk mengajar manusia tentang jalan ke surga, dan bukannya bagaimana surga / langit berjalan’) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.

-TUHAN YESUS MEMBERKATI-

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama