KESESAKAN MENJULANG TINGGI

“Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:3)

Ringkasan perintah ini adalah kita seharusnya menguduskan Allah di dalam hati kita; yaitu kita harus menjadikan Allah sebagai Allah kita! Dia adalah Allah kita tatkala kita yakin di dalam hati kita, mengaku dengan lidah kita, dan dengan tangan kita menanda-tangani bahwa Dia adalah satu-satunya Allah yang benar, dan tidak ada yang setara dengan-Nya, dan kita mengikat janji dengan Dia secara serius.

Hal ini diikuti dengan pertimbangan yang masak atas atribut-Nya: kekudusan-Nya yang mulia, kekayaan kemurahan-Nya, dan kesetiaan terhadap janji-janji-Nya.

Memiliki Allah sebagai Allah kita adalah memberikan Dia sanjungan dan hormat. Ini berarti takut akan Dia, dan menempatkan Dia senantiasa di depan mata kita, dan mengenal tatapan mata-Nya sebagai hakim, yang menimbang semua tindakan-tindakan kita.

Kita butuh ketakjuban yang kudus akan Allah dalam hati kita yang membuat kita tidak berani berdosa. Membujuk saya untuk berbuat dosa, sama dengan membujuk saya meminum racun! Anselmus berkata: ‘Seandainya neraka berada di satu sisi, dan dosa di sisi lain, saya lebih memilih melompat masuk ke neraka, daripada secara sengaja berbuat dosa melawan Allahku.’ Orang yang takut akan Allah tidak akan berbuat dosa, sekalipun dosa yang tersembunyi.

Memiliki Allah sebagai Allah kita adalah mempercayai Dia, mengandalkan kuasa-Nya sebagai Pencipta, dan kasih-Nya sebagai Bapa. Ini adalah tindakan mempercayakan harta utama kita kepada-Nya. Orang Kristen yang baik percaya bahwa jika Allah memberi makan burung gagak, Ia akan memberi makan anak-anak-Nya. Jika Allah mengaruniakan kita sorga, Dia akan mencukupkan makanan sehari-hari kita.

Sanggupkah kita mengandalkan Allah di dalam ketakutan kita? Tatkala kesesakan-kesesakan menjulang tinggi, sanggupkah kita mengibarkan tinggi-tinggi panji iman kita? (Mzm. 56:4). Iman mengobati hati yang lunglai dan membuatnya membumbung melampaui ketakutan. Seperti minyak mengapung di atas air.

Memiliki Allah sebagai Allah kita adalah dengan mengasihi Dia. Pada diri orang saleh, rasa takut (akan Allah) dan kasih (akan Allah) saling mengecup.

Sepatutnyalah kita bergantung kepada Dia yang dari-Nya kita menerima keberadaan kita. Siapakah yang lebih berhak atas kita selain Dia yang mengaruniakan kita nafas? Tidaklah adil, ya, tidak berterima kasih, memberikan kasih atau ibadah kita kepada siapapun atau apapun selain kepada Allah.

Apabila kita bergantung kepada Tuhan sebagai Allah kita maka Ia akan memberkati kita dengan damai sejahtera batin dan hati nurani yang tersenyum, yang lebih manis dari tetesan madu, dan mengubah semua hal jahat menjadi kebaikan kita!

- Thomas Watson (1620-1686), The Ten Commandments, hlm 49-53.
: (Revised by Admin)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama