“Awalnya saya berpikir bahwa orang-orang yang paling BEBAS di dunia adalah mereka yang bisa bebas melakukan apa saja yang mereka suka, kapan saja mereka mau, dan dimana saja mereka berada! Serta tidak ada aturan yang membatasi mereka”. (Semau Gue).
I. Apa Itu Kebebasan?
Kalau kebebasan berarti bisa melakukan apa saja (Semau Gue), maka kasihan sekali para atlet – atlet Olimpiade seperti petinju dsb, sebab mereka banyak dilarang: “Jangan makan ini, Jangan lakukan itu, jangan merokok dsb”. Hidupnya hanya diisi dengan peraturan - peraturan melulu; maka kemungkinan mereka akan berpikir bahwa mereka hidup seperti budak yang dikekang dan merasa tidak berarti lagi.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kebebasan sejati? Lalu, bagaimana kebebasan itu bila dibandingkan dengan kehidupan yang ditawarkan Yesus kepada kita? “Apakah kamu bisa menikmati kebebasan saat semua orang bebas melakukan apa saja yang mereka mau “tanpa diatur atau dibatasi”? (jangan buru – buru menjawab). Namun kalau dipikirkan lebih dalam sebaliknya, justru hukum yang membuat kita dapat hidup dalam kebebasan karena jikalau kita hidup dalam dunia yang berisi orang lain didalamnya maka kita harus memerlukan batasan dan peraturan.
Namun, masalah terbesar kita dengan kebebasan mungkin bukan soal mengikuti aturan, persoalan besarnya adalah kita ingin menjadi diri sendiri dan membuat pilihan - pilihan kita sendiri. Inilah keegoisan manusia, seolah – seolah tidak memperdulikan orang lain yang ada disekeliling saya. Dan kalau memeperluasnya, maka konsekuensinya adalah kita menganggap bahwa Allah juga menghalangi kemauan kita itu, dan Dia sama saja dengan orangtua atau guru kita!
II. AKANKAH ALLAH MEMBUATKU MERASA TIDAK BEBAS?
Jika hukum (aturan ) yang membuat kita dapat hidup dalam kebebasan, maka akankah peraturan Allah membuatku merasan tidak bebas? Alkitab melarang berzinah, membunuh, mencuri, merokok dan sebagainya, akankah semua hal itu membuat saya lalu menjadi tidak bebas lagi?
Ketika seorang asisten diberikan mandat khusus dalam pekerjaannya oleh atasan atau bossnya maka dengan itu berarti dia memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja yang dilakukan dan diperintahkan atasannya. Dengan tetap mematuhi hukum yang berlaku di kantornya, ia bebas melakukan apa saja di sana. Kebebasan seperti itulah yang ditawarkan oleh Yesus Kristus kepada kita. Mempercayai - Nya berarti kita menjadi anak-anak Allah; kita berhak menikmati perlindungan, bimbingan, dan kasih Allah. Namun demikian, kita juga harus tetap menaati-Nya. Apakah anda bosan dalam keadaan seperti itu? Apakah keadaan seperti itu anda anggap sebagai ketidakbebasan?
Suatu kali Ketika Yesus berbicara tentang kebebasan, orang-orang yang mendengarkan-Nya merasakan keberatan yang sama dengan banyak orang masa kini. Mereka berkata: “[Kami] tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?”(Yohanes 8:33). Namun, mereka tidak mengerti bahwa mereka adalah hamba “dosa” (Yoh 8:34). Hidup tanpa Allah bukan berarti kita bisa hidup tanpa ada yang menguasai hidup kita. Kalau bukan Allah yang menguasai hidup kita, maka dosalah yang berkuasa. Dosa tidak memikirkan apa yang baik bagi kita (Roma 6:16-23). Dosa adalah keegoisan yang membuat kita hanya ingin melakukan apa yang kita mau, tanpa memikirkan tentang Allah atau kehendak-Nya. Dosa menyebabkan kita mengejar kebahagiaan dan berusaha terus-menerus untuk mendapatkan lebih dan lebih lagi, hingga berujung pada penghakiman Allah setelah kita mati (Roma 5:12; Ibrani 9:27).
III. KEBEBASAN DARI ALLAH.
Yesus menawarkan kebebasan untuk semua manusia yang percaya kepada-Nya. Berikut ini hanyalah beberapa bentuk kebebasan yang dapat kita alami:
a. Bebas Dari Cengkraman Maut
Ini bukan berarti kita tidak akan pernah lagi bergumul dengan rasa bersalah. Namun, ketika kita mengalaminya, kita bisa mengingat bahwa Yesus telah membebaskan kita dari hukuman atas dosa kita untuk selama-lamanya (Ibrani 9:26). Kita menerima janji: “Sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita” (Mazmur 103:12).
Ini sama seperti seseorang yang membeli smartphone terbaru tetapi menggunakannya sebagai pengganjal pintu. Kamu mungkin bertanya mengapa ia menyia-nyiakan ponsel bagus itu. Mungkin ia beralasan, “Ponselnya bagus sekali untuk mengganjal pintu.” Mungkin saja itu benar. Namun, smartphone tidak dirancang untuk dipakai begitu. Mungkin ponsel itu memang bisa mengganjal pintu dengan baik, tetapi akan jauh lebih baik kalau itu tetap berfungsi sebagai smartphone. Bisa saja kamu melakukan hal-hal keren yang kamu sukai tetapi yang tidak sesuai dengan tujuan kamu diciptakan. Hanya Allah yang tahu persis tujuan Dia menciptakanmu. Karena itu, hanya dengan menyerahkan dirimu kepada-Nya, kamu bisa menjadi pribadi yang Allah kehendaki ketika Dia menciptakanmu.
Belum lama ini aku mendengar kisah tentang pelelangan budak di dekade 1850 an. Pada masa itu masih lazim terjadi perdagangan budak yang tak berperikemanusiaan. Seorang lelaki sedang berjalan-jalan di pasar ketika dilihatnya sejumlah lelaki kaya menawar seorang gadis cantik. Tawaran mereka terus naik, hingga nilainya jauh melebihi harga normal budak saat itu, dan setiap laki-laki yang menawar itu menatap si gadis dengan pandangan rakus. Lelaki yang menonton itu pun tidak tahan lagi. Ketika ia mendengar perkataan mereka dan apa yang akan mereka lakukan terhadap gadis malang itu, ia tidak bisa tinggal diam. Ia pun akhirnya angkat bicara—dengan mengajukan penawaran. Jumlahnya dua kali lipat dari tawaran terakhir. Lelang langsung ditutup, dan si gadis diserahkan kepadanya, tetapi dengan rasa benci memenuhi sorot mata gadis itu. Lelaki itu lalu membawa si gadis ke sebuah kantor pengacara di seberang jalan. Setelah berbicara sebentar, lelaki itu menoleh kepada si gadis dan menyerahkan beberapa lembar dokumen kepadanya. “Ini dokumen kebebasanmu,” katanya. “Kamu sudah bebas.” Kebencian pada wajah si gadis langsung lenyap, berganti dengan kekagetan luar biasa. “Anda membeli saya untuk membebaskan saya?” “Ya,” jawab si lelaki. “Kamu sudah bebas.” Si gadis langsung bersujud dan menangis di bawah kakinya. “Tuan, Anda membeli saya untuk membebaskan saya! Yang saya inginkan dalam hidup ini hanyalah menjadi milik Tuan.”
Demikianlah Yesus menebus dan membebaskan kita! Dia telah melepaskan kita dari cengkeraman dosa sehingga kita bisa menjadi milik Allah (Kolose 1:12-14). Kita bukan lagi budak dosa yang menyedihkan dan tanpa pengharapan. Kini kita adalah anak-anak Allah! Kebebasan sejati bukan berarti tidak ada lagi yang menguasai kita. Kebebasan sejati berarti kita menjadi milik satu Pribadi yang sangat mengasihi kita dan akan selalu memperlakukan kita dengan baik. Seperti gadis budak tadi, ketika kita mengetahui betapa baik dan penuh kasihnya pembeli kita, kita pun yakin Dia tidak akan menganiaya, menyakiti, mengekang, mempermalukan, atau menjebak kita. Kita dapat berkata kepada-Nya, “Yang kuinginkan dalam hidup ini hanyalah menjadi milik-Mu!”
Marilah menggunakan kebebasan yang telah diberikan Yesus kepada kita—kebebasan dari dosa dan kematian—untuk hidup bagi-Nya dengan penuh rasa syukur, sambil menunjukkan kepada setiap orang yang kita kenal arti hidup dalam kebebasan sejati!. AMEN
Tags:
RENUNGAN